Menjadi bagian dari salah satu profesi penegak hukum merupakan cita-cita yang tertunda, namun tidak ada salahnya untuk mengenal tanggungjawab dari profesi mereka.

Beruntung kemarin saya berkesempatan mengetahui peran dan tanggungjawab mereka di salah satu rangkaian acara dari Forestival yang diadakan di Hotel Haris Vertu.

Forestival adalah  forum pertemuan masyarakat sipil yang aktif yang gagas oleh Program SETAPAK untuk  mendorong tata kelola hutan dan lahan, melalui keterbukaan informasi publik, penegakan hukum, pendekatan berbasis gender, kebijakan sumber daya alam, anggaran dan keuangan berkelanjutan untuk mendiskuskan berbagai inisiatif dan tatangan dalam memastikan pengalolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan.

Hadir sebagai nara sumber  Sukma Violetta, S.H., LL.M, Wakil Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia dan Indro Sugianto, S.H., M.H., Komisioner Komisi Kejaksaan Republik Indonesia  yang berdiskusi bersama perwakilan dari 14 provinsi di Indonesia. Diskusi ini selain membahas masing-masing tugas, wewenang dan cara pengaduan juga membahas berbagai isu yang terjadi di Indonesia misalnya adanya aparat penegak hukum yang ditangkap KPK, putusan pengadilan kontroversial  atas putusan kepada wong cilik, putusan MA yang dibatalkan PN.

Diskusi berlangsung sangat seru, karena banyak pertanyaan yang muncul seputar peradilan yang terjadi di Indonesia, yang melibatkan penegak hukum yang ditangkap karena melanggar hukum yang ada. Misalnya kasus suap jaksa dan hakim yang pernah terjadi di Indonesia.

Diskusi ini membahas banyak  mengenai tantangan, inisiatif, dan perubahan dalam penegakan hukum sumber daya alam,  yang ditujukan untuk membahas pengaduan, pengawasan, dan pengawasan tentang kasus-kasus sumber daya alam di sejumlah daerah  dan  tindak lanjutnya hingga kini.

Sejak 2016 hingga 2018, terdapat 33 pengaduan yang disampaikan masyarakat sipil dari sejumlah provinsi: kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk 128 perusahaan berbasis industri lahan yang melanggar untuk ditindaklanjuti.
Untuk  mendorong penegakan hukum, mitra SETAPAK melakukan permintaan informasi yang apabila tidak diberikan maka para mitra akan mengajukan sengketa informasi, selanjutnya menganalisis dokumen dan kesesuaiannya dengan aturan perundangan, kemudian para mitra akan bekerjasama dengan pemerintah dan instansi penegak hukum untuk bersama-sama memantau pelaksanaan izin, dan kegiatan penutup yang dilakukan oleh para mitra SETAPAK adalah mendorong penangguhan, bahkan pencabutan izin yang tidak sesuai jika tidak berhasil  untuk menegakkan hukum.

Di Indonesia sendiri, sesuai peraturan perundangan yang berlaku ada 2 Komisi yang ikut dalam menegakan keadilan, yaitu :

KOMISI KEJAKSAAN

Komisi Kejaksaan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 memiliki perluasan wewenang dalam menangani laporan pengaduan dari masyarakat,  selain dapat mengambil alih permeriksaan, juga berwenang melakukan pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan atas pemeriksaan yang telah dilakukan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan apabila ada bukti atau informasi baru yang dalam pemeriksaan sebelumnya belum diklarifikasi dan/atau memerlukan klarifikasi lebih lanjut, atau pemeriksaan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan tidak dikoordinasikan sebelumnya dengan Komisi Kejaksaan. Komisi Kejaksaan juga berwenang mengusulkan pembentukan Majelis Kode Perilaku Jaksa.

Komisi Kejaksaan Dibentuk Atas Peraturan Perundang-Undangan

  • Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia
  • Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Komisi Kejaksaan Republik Indonesia
  • Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2005 Tentang Komisi Kejaksaan Republik Indonesia

Tugas Komisi Kejaksaan

  1. Melakukan pengawasan, pemantauan, dan penilaian terhadap kinerja Jaksa dan pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas kedinasannya
  2. Melakukan pengawasan, pemantauan, dan penilaian terhadap sikap dan perilaku Jaksa dan pegawai Kejaksaan baik di dalam maupun di luar tugas kedinasan
  3. Melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi, kelengkapan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia di lingkungan Kejaksaan
  4. Menyampaikan masukan kepada Jaksa Agung atas hasil pengawasan, pemantauan, dan penilaian sebagaimana tersebut huruf a, huruf b, dan huruf c untuk ditindaklanjuti

Wewenang Komisi Kejaksaan

  1. Menerima laporan masyarakat tentang perilaku Jaksa dan pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas baik di dalam maupun di luar kedinasan
  2. Meminta informasi dari badan pemerintah, organisasi, atau anggota masyarakat berkaitan dengan kondisi dan kinerja di lingkungan Kejaksaan atas dugaan pelanggaran peraturan kedinasan Kejaksaan maupun berkaitan dengan perilaku Jaksa dan pegawai Kejaksaan di dalam atau di luar kedinasan
  3. Memanggil dan meminta keterangan kepada Jaksa dan pegawai Kejaksaan sehubungan dengan perilaku dan/atau dugaan pelanggaran peraturan kedinasan Kejaksaan
  4. Meminta informasi kepada badan di lingkungan Kejaksaan berkaitan dengan kondisi organisasi, personalia, sarana, dan prasarana
  5. Menerima masukan dari masyarakat tentang kondisi organisasi, kelengkapan sarana, dun prasarana serta sumber daya manusia di lingkungan Kejaksaan
  6. Membuat laporan, rekomendasi, atau saran yang berkaitan dengan perbaikan dan penyempurnaan organisasi serta kondisi lingkungan Kejaksaan, atau penilaian terhadap kinerja dan perilaku Jaksa dan pegawai Kejaksaan kepada Jaksa Agung dan Presiden
Pengaduan ke Komisi Kejaksaan Republik Indonesia dapat dilakukan dengan tata cara pengaduan :

1. Laporan pengaduan melalui pos atau PO Box
Laporan pengaduan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia oleh pelapor atau kuasanya yang mendapat kuasa untuk maksud tersebut dengan memuat perihal sebagai berikut:

  • Identitas pelapor yang lengkap
    • Nama, alamat, pekerjaan, no.telp disertai dengan Foto kopi KTP pelapor
    • Jika pelapor bertindak selaku kuasa, disertai dengan surat kuasa
  • Identitas terlapor (jaksa / pegawai Kejaksaan) secara jelas
    • Nama, jabatan, NIP, alamat lengkap Unit Kerja Terlapor
  • Uraian mengenai hal yang menjadi dasar laporan pengaduan
    • Alasan pengaduan diuraikan secara jelas dan rinci disertai alat bukti yang diperlukan berupa surat-surat bukti, saksi dan lain-lain
  • Laporan pengaduan ditandatangani oleh pelapor / kuasanya
  • Dan dikirimkan ke alamat Komisi Kejaksaan RI

2. Laporan pengaduan melalui surat elektronik (Email):
Laporan pengaduan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia oleh pelapor atau kuasanya yang mendapat kuasa untuk maksud tersebut dengan memuat perihal sebagai berikut:

  • Identitas pelapor yang lengkap
    • Nama, alamat, pekerjaan, no.telp disertai dengan attach file Scaner KTP / identitas diri Pelapor / kuasanya dan surat kuasa (jika pelapor bertindak selaku kuasa), Laporan yang tidak melampirkan file Scaner KTP / identitas diri, tidak akan dilayani.
  • Identitas terlapor (jaksa / pegawai Kejaksaan) secara jelas
    • Nama, jabatan, NIP, alamat lengkap Unit Kerja Terlapor
  • Uraian mengenai hal yang menjadi dasar laporan pengaduan
    • Alasan pengaduan diuraikan secara jelas dan rinci disertai alat bukti yang diperlukan berupa surat-surat bukti, saksi dan lain-lain. Jika tidak memungkinkan melalui email alat bukti dapat dikirimkan melalui pos
  • Laporan pengaduan diketik dalam format file ‘Word document’ (*.doc,*.docx)
  • Masyarakat yang ingin melaporkan dapat mendownload file Form Pengaduan
  • Kemudian kirim ke alamat email pengaduan@komisi-kejaksaan.go.id

Komisi Yudisial 

Komisi Yudisial  adalah lembaga negara independen yang menjalankan fungsi checks and balances di bidang kekuasaan kehakiman dalam rangka mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tugas dan wewenang baru bagi Komisi Yudisial, menurut Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial tersebut memberikan berbagai tugas dan wewenang baru bagi Komisi Yudisial, antara lain : melakukan seleksi pengangkatan hakim adhoc di Mahkamah Agung, melakukan upaya peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim, melakukan langkah-langkah hukum dan langkah lain untuk menjaga kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, melakukan penyadapan bekerja sama dengan aparat penegak hukum, dan melakukan pemanggilan paksa terhadap saksi.

Tujuan Dibentuknya Komisi Yudisial:

  1. Mendapatkan calon Hakim Agung, Hakim Ad Hoc di MA dan hakim di seluruh badan peradilan sesuai kebutuhan dan standar kelayakan.
  2. Mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim.
  3. Peningkatan kepatuhan hakim terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
  4. Terwujudnya kepercayaan publik terhadap hakim.
  5. Meningkatkan kapasitas kelembagaan Komisi Yudisial yang bersih dan bebas KKN.
WEWENANG
Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial mempunyai wewenang:
  1. Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan;
  2. Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim;
  3. Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah Agung;
  4. Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
TUGAS
Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, yaitu mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, maka Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a. Melakukan pendaftaran calon hakim agung;
b. Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung;
c. Menetapkan calon hakim agung; dan
d. Mengajukan calon hakim agung ke DPR.
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 mengatur bahwa:
1. Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a. Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim;
b. Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim;
c. Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup;
d. Memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim,
e. Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
2. Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial juga mempunyai tugas mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim;
3. Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Komisi Yudisial dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim oleh Hakim.
4. Aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti permintaan Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Dasar Hukum Dibentuknya Komisi Yudisial

  1. Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
  2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
  3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Hakim.
  4. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
  5. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
  6. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
  7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

Pentingnya Penegakan Hukum untuk Penyelamatan Sumber Daya Alam

Indonesia  kaya akan sumber daya alam, sangat berkontribusi mendorong perekonomian dan meningkatan pendapatan  negara, khususnya di sektor kehutanan, perkebunan dan pertambangan. Namun, ancaman akan sumber-sumber penghidupan bagi masyarakat yang bergantung di sektor hutan terus terjadi.

Selain masyarakat kehilangan sumber mata pencahariannya dari hutan, hal ini juga  memicu konflik antara masyarakat dan perusahan industri lahan. Adanya penyimpangan dalam pengelolaan sumber daya alam, lemahnya peraturan yang ada  dan penegakan hukum oleh aparat penegak hukum di tingkat daerah maupun nasional, semakin menambah persoalan dalam mewujudkan tata kelola hutan dan lahan yang berkeadilan dan berkelanjutan. Sehingga dibutuhkan upaya-upaya nyata  dari pemerintah untuk mengatasi konflik dengan menerapkan kebijakan yang mengatur tata guna lahan dan peruntukan kawasan hutan, dan juga  menindak tegas para pelaku kerusakan hutan dan lahan.

Selain aturan yang diatur pemerintah dan penegakan hukum yang tegas, kolaborasi dengan masyarakat sipil untuk mengawasi dan melaporkan pelanggaran-pelanggaran di wilayah mereka menjadi aspek penting dalam mewujudkan perubahan  di sektor penegakan hukum sektor sumber daya alam,

Pada pelaksanaannya, program SETAPAK bersama-sama masyarakat sipil mengupayakan adanya pengawasan dan investigasi bersama dengan  penegak hukum di tingkat regional dan nasional, menggunakan data dan informasi untuk  mendorong percepatan penegakkan hukum SDA, melakukan kolaborasi CSO dan penegak hukum dalam monitoring pelaporan kasus, bersama-sama dengan pemerintah daerah dalam menginisiasi penyelesaian kasus maupun konflik tenurial, mendorong terbitnya penyusunan dokumen peraturan daerah, dan mengevaluasi kembali peraturan di tingkat nasional terkait penanganan kasus sumber daya alam.

Prakteknya,  untuk mewujudkan transformasi di sektor penegakan hukum sumber daya alam memerlukan komitmen dari aparat penegak hukum ,  sistem pengawasan dan pelaporan tersosialisasi dan diawasi  dengan baik, memperkuat perlindungan saksi ahli lingkungan hidup, serta transparansi data perizinan beserta pelanggaran administratif yang dilakukan industri berbasis lahan.

Selain diskusi Forestival 4 bertema Transformasi dalam Transparansi dan Penegakan Hukum di Sektor SDA, agenda Forestival 4 hari ini juga melakukan pertemuan resmi ke beberapa Kementrian seperti Kementrian pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pembangunan Negara, Kementerian Energi dan Sumberdaya Minerba, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Rangkaian Forestival 4, akan ditutup pada 1 November 2018 dengan agenda pemaparan gagasan program Setapak dan pemaparan hasil-hasil dari Forestival 4.

*****

Tentang Program SETAPAK

Dibuat di  tahun 2011 dengan dukungan UK Climate Change Unit (UKCCU), program Selamatkan Hutan dan Lahan melalui Perbaikan Tata Kelola (SETAPAK) The Asia Foundation meyakini bahwa tata kelola hutan dan lahan yang baik adalah kunci bagi pembangunan sektor hutan yang berkelanjutan yang bertujuan untuk pemerataan kesejahteraan bagi masyarakat desa sekitar hutan serta pelestarian lingkungan. Selain mengurangi emisi gas rumah kaca untuk mitigasi perubahan iklim global, program ini membantu desentralisasi tata kelola hutan dan lahan di Indonesia untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan, perlindungan dan distribusi manfaat sumber daya alam yang bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang adil dan setara.

Ref :

www.komisiyudisial.go.id

komisi-kejaksaan.go.id